Nama : Resti
Setianingsih
NPM : 15110771
Kelas : 2KA32
Tugas : Tulisan 4
PERKEMBANGAN
USAHA-USAHA DARI UKM YANG MAJU DAN BAHKAN SAMPAI MENGEKSPORT
Pengenalan Dasar UKM
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional, oleh karena selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja juga berperan dalam pendistribusian hasil-hasil pembangunan. Dalam krisis ekonomi yang terjadi di negara kita sejak beberapa waktu yang lalu, dimana banyak usaha berskala besar yang mengalami stagnasi bahkan berhenti aktifitasnya, sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) terbukti lebih tangguh dalam menghadapi krisis tersebut. Mengingat pengalaman yang telah dihadapi oleh Indonesia selama krisis, kiranya tidak berlebihan apabila pengembangan sektor swasta difokuskan pada UKM, terlebih lagi unit usaha ini seringkali terabaikan hanya karena hasil produksinya dalam skala kecil dan belum mampu bersaing dengan unit usaha lainnya.
Pengembangan Sektor UKM
Pengembangan terhadap sektor swasta merupakan suatu hal yang tidak diragukan lagi perlu untuk dilakukan. UKM memiliki peran penting dalam pengembangan usaha di Indonesia. UKM juga merupakan cikal bakal dari tumbuhnya usaha besar. “Hampir semua usaha besar berawal dari UKM. Usaha kecil menengah (UKM) harus terus ditingkatkan (up grade) dan aktif agar dapat maju dan bersaing dengan perusahaan besar. Jika tidak, UKM di Indonesia yang merupakan jantung perekonomian Indonesia tidak akan bisa maju dan berkembang. Satu hal yang perlu diingat dalam pengembangan UKM adalah bahwa langkah ini tidak semata-mata merupakan langkah yang harus diambil oleh Pemerintah dan hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah. Pihak UKM sendiri sebagai pihak yang dikembangkan, dapat mengayunkan langkah bersama-sama dengan Pemerintah. Selain Pemerintah dan UKM, peran dari sektor Perbankan juga sangat penting terkait dengan segala hal mengenai pendanaan, terutama dari sisi pemberian pinjaman atau penetapan kebijakan perbankan. Lebih jauh lagi, terkait dengan ketersediaan dana atau modal, peran dari para investor baik itu dari dalam maupun luar negeri, tidak dapat pula kita kesampingkan.
Klasifikasi UKM
Dalam perspektif perkembangannya, UKM dapat diklasifikasikan menjadi 4 (empat) kelompok yaitu :
Dalam perspektif perkembangannya, UKM dapat diklasifikasikan menjadi 4 (empat) kelompok yaitu :
1. Livelihood
Activities, merupakan UKM yang digunakan sebagai kesempatan kerja untuk mencari
nafkah, yang lebih umum dikenal sebagai sektor informal. Contohya adalah
pedagang kaki lim
2. Micro
Enterprise, merupakan UKM yang memiliki sifat pengrajin tetapi belum memiliki
sifat kewirausahaan
3. Small
Dynamic Enterprise, merupakan UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan
mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor
4. Fast
Moving Enterprise, merupakam UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan
akan melakukan transformasi menjadi Usaha Besar (UB)
Permasalahan yang Dihadapi UKM
Pada umumnya, permasalahan yang dihadapi oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM), antara lain meliputi:
Pada umumnya, permasalahan yang dihadapi oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM), antara lain meliputi:
• Faktor Internal
1.
Kurangnya Permodalan dan Terbatasnya Akses
Pembiayaan
Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan UKM, oleh karena pada umumnya usaha kecil dan menengah merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan modal dari si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh karena persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi. Persyaratan yang menjadi hambatan terbesar bagi UKM adalah adanya ketentuan mengenai agunan karena tidak semua UKM memiliki harta yang memadai dan cukup untuk dijadikan agunan.
2.
Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
Sebagian
besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha keluarga yang
turun temurun. Keterbatasan kualitas SDM usaha kecil baik dari segi pendidikan
formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat berpengaruh terhadap
manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang
dengan optimal. Disamping itu dengan keterbatasan kualitas SDM-nya, unit usaha
tersebut relatif sulit untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk
meningkatkan daya saing produk yang dihasilkannya
3.
Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi
Pasar
Usaha kecil
yang pada umumnya merupakan unit usaha keluarga, mempunyai jaringan usaha yang
sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang rendah, ditambah lagi produk
yang dihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang
kompetitif. Berbeda dengan usaha besar yang telah mempunyai jaringan yang sudah
solid serta didukung dengan teknologi yang dapat menjangkau internasional dan
promosi yang baik.
4.
Mentalitas Pengusaha UKM
Hal penting
yang seringkali pula terlupakan dalam setiap pembahasan mengenai UKM, yaitu
semangat entrepreneurship para pengusaha UKM itu sendiri.[17] Semangat yang
dimaksud disini, antara lain kesediaan terus berinovasi, ulet tanpa menyerah,
mau berkorban serta semangat ingin mengambil risiko.[18] Suasana pedesaan yang
menjadi latar belakang dari UKM seringkali memiliki andil juga dalam membentuk
kinerja. Sebagai contoh, ritme kerja UKM di daerah berjalan dengan santai dan
kurang aktif sehingga seringkali menjadi penyebab hilangnya kesempatan-kesempatan
yang ada.
5.
Kurangnya Transparansi
Kurangnya
transparansi antara generasi awal pembangun UKM tersebut terhadap generasi
selanjutnya. Banyak informasi dan jaringan yang disembunyikan dan tidak
diberitahukan kepada pihak yang selanjutnya menjalankan usaha tersebut sehingga
hal ini menimbulkan kesulitan bagi generasi penerus dalam mengembangkan
usahanya
- Faktor Eksternal
1.
Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif
Upaya
pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dari tahun ke tahun selalu
dimonitor dan dievaluasi perkembangannya dalam hal kontribusinya terhadap
penciptaan produk domestik brutto (PDB), penyerapan tenaga kerja, ekspor dan
perkembangan pelaku usahanya serta keberadaan investasi usaha kecil dan menengah
melalui pembentukan modal tetap brutto (investasi).[19] Keseluruhan indikator
ekonomi makro tersebut selalu dijadikan acuan dalam penyusunan kebijakan
pemberdayaan UKM serta menjadi indikator keberhasilan pelaksanaan kebijakan
yang telah dilaksanakan pada tahun sebelumnya.
2.
Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha
Kurangnya
informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka miliki juga tidak cepat berkembang
dan kurang mendukung kemajuan usahanya sebagaimana yang diharapkan. Selain itu,
tak jarang UKM kesulitan dalam memperoleh tempat untuk menjalankan usahanya
yang disebabkan karena mahalnya harga sewa atau tempat yang ada kurang strategis.
3.
Pungutan
Liar
Praktek
pungutan tidak resmi atau lebih dikenal dengan pungutan liar menjadi salah satu
kendala juga bagi UKM karena menambah pengeluaran yang tidak sedikit. Hal ini
tidak hanya terjadi sekali namun dapat berulang kali secara periodik, misalnya
setiap minggu atau setiap bulan.
4.
Implikasi Otonomi Daerah
Dengan
berlakunya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang
kemudian diubah dengan UU No. 32 Tahun 2004, kewenangan daerah mempunyai
otonomi untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat. Perubahan sistem ini
akan mempunyai implikasi terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah berupa
pungutan-pungutan baru yang dikenakan pada UKM. Jika kondisi ini tidak segera
dibenahi maka akan menurunkan daya saing UKM. Disamping itu, semangat
kedaerahan yang berlebihan, kadang menciptakan kondisi yang kurang menarik bagi
pengusaha luar daerah untuk mengembangkan usahanya di daerah tersebut.
5.
Implikasi
Perdagangan Bebas
Sebagaimana
diketahui bahwa AFTA yang mulai berlaku Tahun 2003 dan APEC Tahun 2020
berimplikasi luas terhadap usaha kecil dan menengah untuk bersaing dalam
perdagangan bebas. Dalam hal ini, mau tidak mau UKM dituntut untuk melakukan
proses produksi dengan produktif dan efisien, serta dapat menghasilkan produk
yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar kualitas seperti isu
kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 14.000), dan isu Hak Asasi Manusia
(HAM) serta isu ketenagakerjaan. Isu ini sering digunakan secara tidak fair
oleh negara maju sebagai hambatan (Non Tariff Barrier for Trade). Untuk itu,
UKM perlu mempersiapkan diri agar mampu bersaing baik secara keunggulan
komparatif maupun keunggulan kompetitif.
6.
Sifat Produk dengan Ketahanan Pendek
Sebagian
besar produk industri kecil memiliki ciri atau karakteristik sebagai
produk-produk dan kerajinan-kerajian dengan ketahanan yang pendek. Dengan kata
lain, produk-produk yang dihasilkan UKM Indonesia mudah rusak dan tidak tahan
lama.
7.
Terbatasnya Akses Pasar
Terbatasnya
akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan
secara kompetitif baik di pasar nasional maupun internasional.
8.
Terbatasnya Akses Informasi
Selain akses
pembiayaan, UKM juga menemui kesulitan dalam hal akses terhadap informasi.
Minimnya informasi yang diketahui oleh UKM, sedikit banyak memberikan pengaruh
terhadap kompetisi dari produk ataupun jasa dari unit usaha UKM dengan produk
lain dalam hal kualitas. Efek dari hal ini adalah tidak mampunya produk dan
jasa sebagai hasil dari UKM untuk menembus pasar ekspor. Namun, di sisi lain,
terdapat pula produk atau jasa yang berpotensial untuk bertarung di pasar
internasional karena tidak memiliki jalur ataupun akses terhadap pasar
tersebut, pada akhirnya hanya beredar di pasar domestik.
Langkah Penanggulangan Masalah
Dengan mencermati permasalahan yang dihadapi oleh UKM dan
langkah-langkah yang selama ini telah ditempuh, maka kedepannya, perlu
diupayakan hal-hal sebagai berikut:
1.
Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif
Pemerintah
perlu mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif antara lain dengan
mengusahakan ketenteraman dan keamanan berusaha serta penyederhanaan prosedur
perijinan usaha, keringanan pajak dan sebagainya.
2. Bantuan
Permodalan
Pemerintah
perlu memperluas skema kredit khusus dengan syarat-syarat yang tidak
memberatkan bagi UKM, untuk membantu peningkatan permodalannya, baik itu
melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa finansial informal, skema
penjaminan, leasing dan dana modal ventura. Pembiayaan untuk UKM sebaiknya
menggunakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ada maupun non bank. Lembaga
Keuangan Mikro bank antara Lain: BRI unit Desa dan Bank Perkreditan Rakyat
(BPR).
3. Perlindungan
Usaha
Jenis-jenis usaha tertentu, terutama jenis usaha tradisional yang merupakan usaha golongan ekonomi lemah, harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah, baik itu melalui undang-undang maupun peraturan pemerintah yang bermuara kepada saling menguntungkan (win-win solution).
Jenis-jenis usaha tertentu, terutama jenis usaha tradisional yang merupakan usaha golongan ekonomi lemah, harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah, baik itu melalui undang-undang maupun peraturan pemerintah yang bermuara kepada saling menguntungkan (win-win solution).
4.
Pengembangan Kemitraan
Perlu
dikembangkan kemitraan yang saling membantu antar UKM, atau antara UKM dengan
pengusaha besar di dalam negeri maupun di luar negeri, untuk menghindarkan
terjadinya monopoli dalam usaha. Selain itu, juga untuk memperluas pangsa pasar
dan pengelolaan bisnis yang lebih efisien. Dengan demikian, UKM akan mempunyai
kekuatan dalam bersaing dengan pelaku bisnis lainnya, baik dari dalam maupun
luar negeri.
Contoh industry
Garment
Produksi garment disamping ditujukan untuk pasaran domestik, juga
untuk pasar ekspor. Menurut statistik ekspor, komoditi ini dikelompokan menjadi
dua pos tarif Harmonyzed System (HS), yaitu HS No 61 dan No 62. HS No. 61
adalah ‘barang dan perlengkapan pakaian rajutan atau kaitan’.. Sedangkan HS 62
adalah ‘barang dan perlengkapan pakaian, tidak dirajut atau dikait’.
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, dalam tahun 1997-1998
ekspor garment Indonesia ke mancanegara mengalami penurunan. Merosotnya nilai
tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika (dan berbagai mata uang asing lainnya)
pada waktu itu sebenarnya membuka peluang untuk meningkatkan ekspor garment
Indonesia, mengingat harganya menjadi lebih kompetitif dibandingkan
negara-negara pesaing lainnya yang tidak terkena krisis. Tetapi berbagai isu
politik dan keamanan yang melanda Indonesia, sangat menghambat kelancaran arus
ekspor ke luar negeri, bahkan produksi pun ikut terhambat. Di sisi lain, krisis
ekonomi juga terjadi di sejumlah negara di kawasan Asia serta negara-negara
lainnya di dunia, yang sebagian besar merupakan pasar utama ekspor garment
Indonesia. Sebagai akibatnya, ekspor Indonesia pada tahun 1997 dan 1998
mengalami penurunan yang tajam.
Pada tahun 1999, perekonomiaan dunia dan kepercaayaan asing
terhadaap kondisi Indonesia secara bertahap kembali pulih sehingga ekspor
garment kembali bangkit. Hal ini terlihat dari volume ekspor garment yang pada
tahun 1999 meningkat 68% yang merupakan peningkatan terbesar dalam 6 tahun
terakhir. Pada tahun 2000, volume ekspor meningkat 7,4%, sedangkan nilainya
meningkat 22%, sedangkan di tahun 2001, volume ekspor meningkat sebesar 4,1%
namun nilainya turun -4,8%. Secara keseluruhan laju pertumbuhan ekspor komoditi
ini selama periode 6 tahun terakhir,
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar