Nama : Resti Setianingsih
NPM : 15110771
Kelas : 1KA31
BENCANA WASIOR
Bencana banjir bandang di Wasior, ibu kota Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat, Senin (4/10) pekan ini, merupakan bencana ekologis akibat dari pembalakan dan pertambangan. Bencana berpotensi berulang di Papua Barat karena hutannya telah dijadikan konsesi industri ekstraktif.
Irhash Ahmady, Manager Desk Bencana Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), menyatakan, respons pemerintah atas bencana Wasior tidak boleh berhenti pada penanganan bencana dan korban. ”Pemerintah harus tangani penyebab bencana. Hutan rusak akibat pertambangan dan pembalakan, termasuk konsesi HPH,” kata Irhash di Jakarta, Kamis (7/10).
Juru kampanye air dan pangan Eksekutif Nasional Walhi, M Islah, menyatakan, pembalakan hutan di sana dimulai awal 1990-an. Pembalakan sempat terhenti 2001, pascakasus pelanggaran HAM berat di Wasior.
”Pelanggaran HAM berat itu berawal dari konflik akibat penebangan hutan. Kini pembalakan hutan oleh berbagai pihak berlanjut. Akumulasi kerusakan hutan itu yang menyebabkan banjir bandang,” kata Islah.
Irhash menyatakan, sejumlah perusahaan HPHtak aktif, tetapi pembalakan berlanjut karena pemerintah menggulirkan program Koperasi Peran Serta Masyarakat (Kopermas). ”Praktiknya, Kopermas mengalihkan hak pengelolaan hutan ke perusahaan skala kecil dan pembalakan berlanjut,” ujarnya.
Ketua Institut Hijau Indonesia (IHI) Chalid Muhammad menyatakan, perusakan itu terjadi secara legal melalui penerbitan izin pemanfaatan kayu (IPK). ”Pada 2009, pemerintah menerbitkan IPK di Papua Barat seluas 3,5 juta ha, termasuk izin menebang 196.000 ha di Kabupaten Teluk Wondama,” kata Chalid.
Dia menyatakan, berdasarkan penelitian IHI dan Yappika, awal 2010, deforestasi hutan di Papua Barat pada 2005-2009 mencapai 1 juta hektar atau berkisar 250.000 hektar per tahun. ”Sejumlah 6,6 juta hektar hutan primer dan sekunder Papua Barat terkepung HPH, tambang, dan perkebunan,” kata Chalid.
Dia menegaskan, izin perkebunan mencapai 219.000 hektar. Hutan seluas 3,9 juta hektar dibebani HPH bagi 20 perusahaan, 16 perusahaan tambang mineral (total luasnya 2,7 juta hektar).
”Semua tumpang tindih. Ada izin pertambangan minyak dan gas di darat dan laut seluas 7,2 juta hektar. Bisa dibayangkan 11,54 juta hektar wilayah Papua Barat nyaris habis terbagi. Jika semua aktivitas itu benar-benar dilakukan, bisa terjadi bencana besar karena lingkungan rusak parah,” kata Chalid. (ROW)
Pendapat saya mengenai artikel ini :
Bencana seperti ini seharusnya bisa di antisipasi oleh masyarakat sekitar ,, karna bencana ini juga di akibatkan oleh ulah manusia yang tidak bertanggung jawab , seperti pembalakan liar di hutan menebang pohon yang seharunya di lindungi untuk mencari keuntungan sendiri-sendiri . tidak memikirkan hal buruk nya jika pembalakan liar di lakukan
Pemerintah pun ikut serta atas musibah ini karna pengawasan yang kurang ketat sehingga memudahakn pembalakan liar terjadi di mana-mana. Bencana seperti ini selalu terjadi dan tidak pernah usai sepanjang ini . akibat dari musibah ini banyak warga yang kehilangan sanak saudara , harta benda, tempat tinggal dll. Sehingga sangat merugikan sekali ..
Solusi pendapat saya untuk menanggulanginya :
a. hindari pembalakan liar
b. peduli akan lingkungan sekitar
c. pemerintah harus memperketat masalah pembalakan liar ini
d. yang paling penting adalah kesadaran akan masyarakat dengan lingkungan sekitar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar