Nama :
resti setianingsih
Npm :
15110771
Kelas :
2ka32
Tugas 3 teori organisasi umum
1.
penjelasan
konflik dalam organsasi
a.
pengertian
konflik
KONFLIKKata ‘Konflik’ itu berasal dari bahasa Latin ‘Confligo’,
yang terdiri dari dua kata, yakni ‘con’, yang berarti bersama-sama dan ‘fligo’,
yang berarti pemogokan, penghancuran atau peremukan. Kata ini diserap oleh
bahasa Inggris (dalam, Webster, 1974 : 213), menjadi ‘Conflict’ yang
berarti a fight, struggle, a controversy, a quarrel, active opposition,
hostility (pertarungan, perebutan kekuasaan, persengketaan, perselisihan,
perlawanan yang aktif, permusuhan). Casell Concise English Dictionary
(1989), mendefinisikan konflik sebagai a fight, a collision; a struggle, a
contest; opposotion of interest, opinions or purposes; mental strife, agony. Dalam
Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1976 : 519), kata
"konflik" berarti "pertentangan" atau
"percekcokan". Konflik atau pertentangan bisa terjadi pada diri
seseorang (konflik internal) ataupun di dalam kalangan yang lebih luas. Dalam
organisasi istilahnya menjadi "konflik organisasi" (organizational
conflict).
Para
ahli memberikan definisi yang berbeda tentang konflik organisasi, sesuai dengan
sudut tinjauan masing-masing. Berikut beberapa definisi konflik :
1. Sebagai Proses, Robbins (1994 : 451) menyebut konflik as
a process in which an effort is purposely made by A to offset the efforts of B
by some form of blocking that will result in frustrating B in attaining his or
her goals or furthering his or her interests.
2. Sebagai Pertentangan, pengertian DuBrin (1984 : 346),
mengacu pada pertentangan antar individu, kelompok atau organisasi yang dapat
meningkatkan ketegangan sebagai akibat yang saling menghalangi dalam pencapaian
tujuan.
3. Sebagai Perilaku, Tjosfold (dalam Champoux, 1996 :
295), memandang Konflik dalam organisasi sebagai perilaku yg berlawanan dan
bertentangan.
4. Sebagai Hubungan, Martinez dan Fule (2000 : 274)
menyatakan konflik adalah suatu hubungan yang terjadi antara dua orang,
kelompok, organisasi maupun golongan.
5. Sebagai Situasi, Nelson dan Quick (1997 : 178) melihat
konflik sebagai suatu situasi dimana tujuan, sikap, emosi dan tingkah laku yang
bertentangan menimbulkan oposisi dan sengketa antara dua kelompok atau lebih.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari berbagai pendapat di atas,
ialah bahwa konflik adalah suatu proses yang bermula dari konflik laten
(terpendam). Jika tidak diselesaikan akan berkembang dan membahayakan
organisasi. Kemudian, Konflik juga adalah suatu perilaku beroposisi. Artinya,
orang yang terlibat konflik akan melakukan hal-hal yang menentang atau
menghalangi usaha lawan. Terakhir, Konflik adalah suatu hubungan yang selalu
terjadi pada setiap manusia selama dia melakukan hubungan.
Ada suatu kesepakatan, bahwa konflik dilatarbelakangi oleh
adanya ketidakcocokan atau perbedaan dalam hal nilai, tujuan, status, dan
budaya. Secara rinci, konflik organisasi adalah situasi dimana terjadi
pertentangan atau ketidaksesuaian antara dua orang (paling sedikit), atau dua
pihak sehingga hubungan terganggu.
MEMAHAMI
KONFLIK DALAM ORGANISASI
Konflik
merupakan bagian dari setiap organisasi yang tak terelakkan atau tak bisa
dihindari. Hal ini disebabkan oleh kompleksnya sifat manusia (human nature), kompleksnya
hubungan antarmanusia (human
relationship) dan kompleksnya struktur organisasi (organizational structures).
Konflik itu bisa saja diredam, namun tidak bisa dihilangkan. Hal yang bijak
bagi seorang Manajer adalah : mengidentifikasi dan memahami konflik, belajar
menghadapi, berusaha mengelola serta menyelesaikan konflik.
Bila
konflik dikelola secara konstruktif bisa menelorkan pembelajaran (learning), pertumbuhan (growth), perubahan (change), dan hubungan-hubungan (relationships). Namun bila tidak
dikelola dengan baik, bakal menjadi pengganggu pelaksanaan kegiatan organisasi.
PANDANGAN
TENTANG KONFLIK
Terdapat perbedaan pandangan terhadap peran konflik dalam kelompok
atau organisasi. Ada yang berpendapat bahwa konflik harus dihindari atau
dihilangkan, sebab jika dibiarkan akan merugikan organisasi. Pendapat lain
mengatakan bahwa jika konflik dikelola sedemikian rupa, maka konflik itu akan
membawa keuntungan bagi kelompok atau organisasi. Inilah yang disebut sebagai the conflict paradox, dimana di
satu sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, sementara
banyak kelompok atau organisasi malah berupaya meminimalisir konflik.
Saya
akan mengurai beberapa pandangan, terhadap konflik dalam organisasi :
1.
Pandangan Tradisional (the
traditional view). Pandangan ini berasumsi bahwa semua konflik
berkonotasi negative, dan berbahaya bagi pencapaian tujuan organisasi. Sebab,
konflik menghalangi koordinasi dan kerja sama tim untuk mencapai tujuan.
2.
Pandangan aliran hubungan kamanusiaan (the human
relations view). Pandangan ini menganggap bahwa konflik adalah hal
biasa dalam interaksi antara individu dan kelompok dalam organisasi, yang
adakalanya berguna bagi organisasi. Di sini, konflik mengangkat kinerja
kelompok.
3.
Pandangan Interaksionis (the
interctionist view). Menurut pandangan ini, konflik bisa
dimanfaatkan untuk kemajuan organisasi. Sebab, tanpa konflik, organisasi akan
statis, apatis dan tidak tanggap pada kebutuhan pegawai, bahkan tidak
termotivasi melakukan evaluasi diri dan inovasi. Karenanya, peran manajer perlu
diaktifkan untuk membuat konflik yang terarah dan harmonis, sehingga merangsang
semangat dan kreativitas kelompok.
Macam-macam Konflik
1. Dari segi fihak yang terlibat dalam konflik
Dari segi ini konflik dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
* Konflik individu dengan individu. Konflik semacam ini dapat terjadi antara individu pimpinan dengan individu pimpinan dari berbagai tingkatan. Individu pimpinan dengan individu karyawan maupun antara inbdividu karyawan dengan individu karyawan lainnya.
* Konflik individu dengan kelompok. Konflik semacam ini dapat terjadi antara individu pimpinan dengan kelompok ataupun antara individu karyawan dengan kempok pimpinan.
* Konflik kelompok dengan kelompok. Ini bisa terjadi antara kelompok pimpinan dengan kelompok karyawan, kelompok pimpinan dengan kelompok pimpinan yang lain dalam berbagai tingkatan maupun antara kelompok karyawan dengan kelompok karyawan yang lain.
2. Dari segi dampak yang timbul
Dari segi dampak yang timbul, konflik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu konflik fungsional dan konflik infungsional. Konflik dikatakan fungsional apabila dampaknya dapat memberi manfaat atau keuntungan bagi organisasi, sebaliknya disebut infungsional apabila dampaknya justru merugikan organisasi. Konflik dapat menjadi fungsional apabila dikelola dan dikendalikan dengan baik.
a. Sebab-sebab Timbulnya Konflik
1. Dari segi fihak yang terlibat dalam konflik
Dari segi ini konflik dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
* Konflik individu dengan individu. Konflik semacam ini dapat terjadi antara individu pimpinan dengan individu pimpinan dari berbagai tingkatan. Individu pimpinan dengan individu karyawan maupun antara inbdividu karyawan dengan individu karyawan lainnya.
* Konflik individu dengan kelompok. Konflik semacam ini dapat terjadi antara individu pimpinan dengan kelompok ataupun antara individu karyawan dengan kempok pimpinan.
* Konflik kelompok dengan kelompok. Ini bisa terjadi antara kelompok pimpinan dengan kelompok karyawan, kelompok pimpinan dengan kelompok pimpinan yang lain dalam berbagai tingkatan maupun antara kelompok karyawan dengan kelompok karyawan yang lain.
2. Dari segi dampak yang timbul
Dari segi dampak yang timbul, konflik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu konflik fungsional dan konflik infungsional. Konflik dikatakan fungsional apabila dampaknya dapat memberi manfaat atau keuntungan bagi organisasi, sebaliknya disebut infungsional apabila dampaknya justru merugikan organisasi. Konflik dapat menjadi fungsional apabila dikelola dan dikendalikan dengan baik.
a. Sebab-sebab Timbulnya Konflik
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan adanya
konflik dalam suatu organisasi antara lain adalah :
1. Berbagai sumber daya yang langka
Karena sumber daya yang dimiliki organisasi terbatas / langka maka perlu dialokasikan. Dalam alokasi sumber daya tersebut suatu kelompok mungkin menerima kurang dari kelompok yang lain. Hal ini dapat menjadi sumber konflik.
2. Perbedaan dalam tujuan
Dalam suatu organisasi biasanya terdiri dari atas berbagai macam bagian yang bisa mempunyai tujuan yang berbeda-beda. Perbedaan tujuan dari berbagai bagian ini kalau kurang adanya koordinasi dapat menimbulkan adanya konflik. Sebagai contoh : bagian penjualan mungkin ingin meningkatkan valume penjualan dengan memberikan persyaratan-persyaratan pembelian yang lunak, seperti kredit dengan bunga rendah, jangka waktu yang lebih lama, seleksi calon pembeli yang tidak terlalu ketat dan sebagainya. Upaya yang dilakukan oleh bagian penjualan semacam ini mungkin akan mengakibatkan peningkatan jumlah piutang dalam tingkat yang cukup tinggi. Apabila hal ini dipandang dari sudut keuangan, mungkin tidak dikehendaki karena akan memerlukan tambahan dana yang cukup besar.
3. Saling ketergantungan dalam menjalankan pekerjaan
Organisasi merupakan gabungan dari berbagai bagian yang saling berinteraksi. Akibatnya kegiatan satu pihak mungkin dapat merugikan pihak lain. Dan ini merupakan sumber konflik pula. Sebagai contoh : bagian akademik telah membuat jadwal ujian beserta pengawanya, setapi bagian tata usaha terlambat menyampaikan surat pemberitahuan kepada para pengawas dan penguji sehingga mengakibatkan terganggunya pelaksanaan ujian.
4. Perbedaan dalam nilai atau persepsi
Perbedaan dalam tujuan biasanya dibarengi dengan perbedaan dalam sikap, nilai dan persepsi yang bisa mengarah ke timbulnya konflik. Sebagai contoh : seorang pimpinan muda mungkin merasa tidak senang sewaktu diberi tugas-tugas rutin karena dianggap kurang menantang kreativitasnya untuk berkembang, sementara pimpinan yang lebih senior merasa bahwa tugas-tugas rutin tersebut merupakan bagian dari pelatihan.
5. Sebab-sebab lain
Selain sebab-sebab di atas, sebab-sebab lain yang mungkin dapat menimbulkan konflik dalam organisasi misalnya gaya seseorang dalam bekerja, ketidak jelasan organisasi dan masalah-masalah komunikasi.
1. Berbagai sumber daya yang langka
Karena sumber daya yang dimiliki organisasi terbatas / langka maka perlu dialokasikan. Dalam alokasi sumber daya tersebut suatu kelompok mungkin menerima kurang dari kelompok yang lain. Hal ini dapat menjadi sumber konflik.
2. Perbedaan dalam tujuan
Dalam suatu organisasi biasanya terdiri dari atas berbagai macam bagian yang bisa mempunyai tujuan yang berbeda-beda. Perbedaan tujuan dari berbagai bagian ini kalau kurang adanya koordinasi dapat menimbulkan adanya konflik. Sebagai contoh : bagian penjualan mungkin ingin meningkatkan valume penjualan dengan memberikan persyaratan-persyaratan pembelian yang lunak, seperti kredit dengan bunga rendah, jangka waktu yang lebih lama, seleksi calon pembeli yang tidak terlalu ketat dan sebagainya. Upaya yang dilakukan oleh bagian penjualan semacam ini mungkin akan mengakibatkan peningkatan jumlah piutang dalam tingkat yang cukup tinggi. Apabila hal ini dipandang dari sudut keuangan, mungkin tidak dikehendaki karena akan memerlukan tambahan dana yang cukup besar.
3. Saling ketergantungan dalam menjalankan pekerjaan
Organisasi merupakan gabungan dari berbagai bagian yang saling berinteraksi. Akibatnya kegiatan satu pihak mungkin dapat merugikan pihak lain. Dan ini merupakan sumber konflik pula. Sebagai contoh : bagian akademik telah membuat jadwal ujian beserta pengawanya, setapi bagian tata usaha terlambat menyampaikan surat pemberitahuan kepada para pengawas dan penguji sehingga mengakibatkan terganggunya pelaksanaan ujian.
4. Perbedaan dalam nilai atau persepsi
Perbedaan dalam tujuan biasanya dibarengi dengan perbedaan dalam sikap, nilai dan persepsi yang bisa mengarah ke timbulnya konflik. Sebagai contoh : seorang pimpinan muda mungkin merasa tidak senang sewaktu diberi tugas-tugas rutin karena dianggap kurang menantang kreativitasnya untuk berkembang, sementara pimpinan yang lebih senior merasa bahwa tugas-tugas rutin tersebut merupakan bagian dari pelatihan.
5. Sebab-sebab lain
Selain sebab-sebab di atas, sebab-sebab lain yang mungkin dapat menimbulkan konflik dalam organisasi misalnya gaya seseorang dalam bekerja, ketidak jelasan organisasi dan masalah-masalah komunikasi.
6. Perselisihan
(Dispute)
bagi kebanyakan orang awam, kata konflik biasanya diasosiasikan dengan
“dispute” yaitu “perselisihan” tetapi, dalam konteks ilmu perilaku organisasi,
“perselisihan” sebenarnya sudah merupakan salah satu dari banyak bentuk produk
dari konflik.Dispute atau perselisihan adalah salah satu produk konflik yang
paling mudah terlihat dan dapat berbentuk protes (grievances), tindakan
indispliner, keluhan (complaints), unjuk rasa ramai-ramai , tindakan pemaksaan
(pemblokiran, penyanderaan, dsb.), tuntutan ataupun masih bersifat ancaman atau
pemogokan baik antara fihak internal organisasi ataupun dengan fihak luar
adalah tanda-tanda konflik yang tidak terselesaikan.
7. Kompetisi
(persaingan) yang tidak sehat.
Persaingan sebenarnya tidak sama dengan konflik.
Persaingan seperti misalnya dalam pertandingan atletik mengikuti aturan main
yang jelas dan ketat. Semua pihak yang bersaing berusaha memperoleh apa yang
diinginkan tanpa di jegal oleh pihak lain. Adanya persaingan yang sangat keras
dengan wasit yang tegas dan adil, yang dapat menjurus kepada perilaku dan
tindakan yang bersifat menjegal yang lain.
8.
Sabotase
adalah salah satu bentuk produk konflik yang tidak dapat diduga sebelumnya.
Sabotase seringkali digunakan dalam permainan politik dalam internal organisasi
atau dengan pihak eksternal yang dapat menjebak pihak lain. Misalnya saja satu
pihak mengatakan tidak apa-ap, tidak mengeluh, tetapi tiba-tiba mengajukan
tuntutan ganti rugi miliaran rupiah melalui pengadilan.
9. Insfisiensi/Produktivitas Yang Rendah.
Apa
yang terjadi adalah salah satu fihak (biasanya fihak pekerja) dengan sengaja
melakukan tindakan-tindakan yang berakibat menurunkan produktivitas dengan cara
memperlambat kerja (slow-down), mengurangi output, melambatkan pengiriman, dll.
Ini adalah salah satu dari bentuk konflik yang tersembunyi (hidden conflic)
dimana salah satu fihak menunjukan sikapnya secara tidak terbuka.
10. Penurunan Moril (Low Morale).
Penurunan moril
dicerminkan dalam menurunnya gairah kerja, meningkatnya tingkat kemangkiran,
sakit, penurunan moril adalah juga merupakan salah satu dari produk konflik
tersembunyi dalam situasi ini salah satu fihak, biasanya pekerja, merasa takut
untuk secara terang-terangan untuk memprotes fihak lain sehingga elakukan
tindakan-tindakan tersembunyi pula.
11. Menahan/Menyembunyikan Informasi.
Dalam
banyak organisasi informasi adalah salah satu sumberdaya yang sangat penting
dan identik dengan kekuasaan (power). Dengan demikian maka
penahanan/penyembunyian informasi adalah identik dengan kemampuan mengendalikan
kekuasaan tersebut. tindakan-tindakan seperti ini menunjukkan adanya konflik
tersembunyi dan ketidak percayaan (distrust).
b.
Penanganan Konflik
1. Metode Untuk Menangani Konflik
1. Metode Untuk Menangani Konflik
Metode yang sering digunakan untuk menangani konflik adalah pertama
dengan mengurangi konflik; kedua dengan menyelesaikan konflik. Untuk
metode pengurangan konflik salah satu cara yang sering efektif adalah dengan
mendinginkan persoalan terlebih dahulu (cooling thing down). Meskipun demikian
cara semacam ini sebenarnya belum menyentuh persoalan yang sebenarnya. Cara
lain adalah dengan membuat “musuh bersama”, sehingga para anggota di dalam
kelompok tersebut bersatu untuk menghadapi “musuh” tersebut. Cara semacam ini
sebenarnya juga hanya mengalihkan perhatian para anggota kelompok yang sedang
mengalami konflik.
Cara
kedua dengan metode penyelesaian konflik. Cara yang ditempuh adalah dengan
mendominasi atau menekan, berkompromi dan penyelesaian masalah secara
integratif.
a.
Dominasi (Penekanan)
Dominasi dan penekanan mempunyai persamaan makna, yaitu keduanya menekan konflik, dan bukan memecahkannya, dengan memaksanya “tenggelam” ke bawah permukaan dan mereka menciptakan situasi yang menang dan yang kalah. Pihak yang kalah biasanya terpaksa memberikan jalan kepada yang lebih tinggi kekuasaannya, menjadi kecewa dan dendam. Penekanan dan dominasi bisa dinyatakan dalam bentuk pemaksaan sampai dengan pengambilan keputusan dengan suara terbanyak (voting).
Dominasi dan penekanan mempunyai persamaan makna, yaitu keduanya menekan konflik, dan bukan memecahkannya, dengan memaksanya “tenggelam” ke bawah permukaan dan mereka menciptakan situasi yang menang dan yang kalah. Pihak yang kalah biasanya terpaksa memberikan jalan kepada yang lebih tinggi kekuasaannya, menjadi kecewa dan dendam. Penekanan dan dominasi bisa dinyatakan dalam bentuk pemaksaan sampai dengan pengambilan keputusan dengan suara terbanyak (voting).
b.
Kompromi
Melalui kompromi mencoba menyelesaikan konflik dengan menemukan dasar yang di tengah dari dua pihak yang berkonflik ( win-win solution ). Cara ini lebih memperkecil kemungkinan untuk munculnya permusuhan yang terpendam dari dua belah pihak yang berkonflik, karena tidak ada yang merasa menang maupun kalah. Meskipun demikian, dipandang dari pertimbangan organisasi pemecahan ini bukanlah cara yang terbaik, karena tidak membuat penyelesaian yang terbaik pula bagi organisasi, hanya untuk menyenangkan kedua belah pihak yang saling bertentangan atau berkonflik
Melalui kompromi mencoba menyelesaikan konflik dengan menemukan dasar yang di tengah dari dua pihak yang berkonflik ( win-win solution ). Cara ini lebih memperkecil kemungkinan untuk munculnya permusuhan yang terpendam dari dua belah pihak yang berkonflik, karena tidak ada yang merasa menang maupun kalah. Meskipun demikian, dipandang dari pertimbangan organisasi pemecahan ini bukanlah cara yang terbaik, karena tidak membuat penyelesaian yang terbaik pula bagi organisasi, hanya untuk menyenangkan kedua belah pihak yang saling bertentangan atau berkonflik
c.
Penyelesaian secara integratif
Dengan menyelesaikan konflik secara integratif, konflik antar kelompok diubah menjadi situasi pemecahan persoalan bersama yang bisa dipecahkan dengan bantuan tehnik-tehnik pemecahan masalah (problem solving). Pihak-pihak yang bertentangan bersama-sama mencoba memecahkan masalahnya,dan bukan hanya mencoba menekan konflik atau berkompromi. Meskipun hal ini merupakan cara yang terbaik bagi organisasi, dalam prakteknya sering sulit tercapai secara memuaskan karena kurang adanya kemauan yang sunguh-sungguh dan jujur untuk memecahkan persoalan yang menimbulkan persoalan.
Dengan menyelesaikan konflik secara integratif, konflik antar kelompok diubah menjadi situasi pemecahan persoalan bersama yang bisa dipecahkan dengan bantuan tehnik-tehnik pemecahan masalah (problem solving). Pihak-pihak yang bertentangan bersama-sama mencoba memecahkan masalahnya,dan bukan hanya mencoba menekan konflik atau berkompromi. Meskipun hal ini merupakan cara yang terbaik bagi organisasi, dalam prakteknya sering sulit tercapai secara memuaskan karena kurang adanya kemauan yang sunguh-sungguh dan jujur untuk memecahkan persoalan yang menimbulkan persoalan.
3. Langkah-langkah Manajemen Untuk
Menangani Konflik
a. Menerima dan
mendefinisikan pokok masalah yang menimbulkan ketidak puasan.
Langkah ini sangat penting karena kekeliruan dalam mengetahui masalah yang sebenarnya akan menimbulkan kekeliruan pula dalam merumuskan cara pemecahannya.
Langkah ini sangat penting karena kekeliruan dalam mengetahui masalah yang sebenarnya akan menimbulkan kekeliruan pula dalam merumuskan cara pemecahannya.
b. Mengumpulkan keterangan/fakta
Fakta yang dikumpulkan haruslah lengkap dan akurat, tetapi juga harus dihindari tercampurnya dengan opini atau pendapat. Opini atau pendapat sudah dimasuki unsur subyektif. Oleh karena itu pengumpulan fakta haruslah dilakukan denganm hati-hati
Fakta yang dikumpulkan haruslah lengkap dan akurat, tetapi juga harus dihindari tercampurnya dengan opini atau pendapat. Opini atau pendapat sudah dimasuki unsur subyektif. Oleh karena itu pengumpulan fakta haruslah dilakukan denganm hati-hati
c. Menganalisis dan
memutuskan
Dengan diketahuinya masalah dan terkumpulnya data, manajemen haruslah mulai melakukan evaluasi terhadap keadaan. Sering kali dari hasil analisa bisa mendapatkan berbagai alternatif pemecahan.
Dengan diketahuinya masalah dan terkumpulnya data, manajemen haruslah mulai melakukan evaluasi terhadap keadaan. Sering kali dari hasil analisa bisa mendapatkan berbagai alternatif pemecahan.
d. Memberikan jawaban
Meskipun manajemen kemudian sudah memutuskan, keputusan ini haruslah dibertahukan kepada pihak karyawan.
Meskipun manajemen kemudian sudah memutuskan, keputusan ini haruslah dibertahukan kepada pihak karyawan.
e. Tindak lanjut
Langkah ini diperlukan untuk mengawasi akibat dari keputusan yang telah diperbuat.
Langkah ini diperlukan untuk mengawasi akibat dari keputusan yang telah diperbuat.
E. Pendisiplinan
Konflik dalam organisasi apabila tidak ditangani dengan baik bisa menimbulkan tindakan pelecehan terhadap aturan main yang telah disepakati bersama. Oleh karena itu pelecehan ataupun pelanggaran terhadap peraturan permainan (peraturan organisasi) haruslah dikenai tindakan pendisiplinan agar peraturan tersebut memiliki wibawa.
Konflik dalam organisasi apabila tidak ditangani dengan baik bisa menimbulkan tindakan pelecehan terhadap aturan main yang telah disepakati bersama. Oleh karena itu pelecehan ataupun pelanggaran terhadap peraturan permainan (peraturan organisasi) haruslah dikenai tindakan pendisiplinan agar peraturan tersebut memiliki wibawa.
KESIMPULAN
Kehadiran konflik
dalam suatu organisasi tidak dapat dihindarkan tetapi hanya dapat dieliminir.
Konflik dalam organisasi dapat terjadi antara individu dengan individu, baik
individu pimpinan maupun individu karyawan, konflik individu dengan kelompok
maupun konflik antara kelompok tertentu dengan kelompok yang lain. Tidak
semua konflik merugikan organisasi. Konflik yang ditata dan dikendalikan
dengan baik dapat berujung pada keuntungan organisasi sebagai suatu kesatuan,
sebaliknya apabila konflik tidak ditangani dengan baik serta mengalami eskalasi
secara terbuka dapat merugikan kepentingan organisasi.
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar